Utuh
"Bulannya ada delapan ya berarti?"
"Iya, bulannya udah berjajar rapi sampai nomor ke delapan."
_____________________ dpm.
Tahun yang sangat luar biasa, tak terasa sudah separuh lebih aku melewatinya. Namun tetap saja canda dan tangis tak pernah mau beranjak pergi dari hari-hariku.
Di sela-sela jam belajarku, aku sempatkan untuk menulis ini. Aku harap ketika kamu membaca ini, kamu tidak memarahiku karena aku mangkir dari kewajibanku. Aku tidak bermaksud untuk tidak memenuhi janjiku padamu. Akan ku usahakan semaksimal mungkin untukmu, untuk memenuhi janjiku. Namun, ijinkan aku sejenak untuk menulis ini untukmu.
Sudah separuh tahun lebih aku melewati hari-hari ku bersamamu. Maafkan aku karena aku tak sempat menulis satu artikel pun tentangmu. Bukan. Aku tidak ingin mengumbar setiap mili cerita kita disini. Aku hanya ingin mengabadikan beberapa kejadian kita yang luar biasa. Bukan. Aku tidak ingin sombong kepada dunia. Aku hanya ingin dunia ini tahu bahwa aku milikmu dan aku bahagia bersamamu.
Ya. Aku milikmu dan selamanya akan tetap begitu.
Itulah kalimat yang selalu terucap dalam doaku. Memilikimu membuatku tak membutuhkan yang lain lagi dalam hidupku. Aku telah mendapatkan segalanya ketika aku bersamamu. Cinta? Tentu saja tanpa cinta kita tidak akan bersatu. Sayang? Tentu saja tanpa sayang kita tidak akan saling mengasihi. Kasih? Tanpa kasih tak akan mampu kita untuk saling melindungi. Ya. Apalah arti kita bersatu tanpa kehadiran mereka. Berlandaskan ketiga rasa yang sangat mulia, aku memilih untuk hidup bersamamu.
Mengapa tidak dari dulu?
Pertanyaan yang selalu mengganggu pikiranku. Ya, mangapa tidak sedari dulu? Kita sudah saling mengenal. Kita sudah mengetahui karakter masing-masing. Lalu mengapa kita tidak disatukan sejak dulu? Entahlah. Itu sebuah misteri. Mungkin, kasih belum menemukan jalannya untuk mengetuk sayang agar hadir di antara kita. Atau mungkin, sayang masih ingin membiarkan kita untuk terus berjalan melewati beberapa pintu dan mengijinkan kita untuk singgah sebentar di sana. Namun, alasannya untuk bersembunyi bisa jadi menjadi tepat. Kasih, dalam perjalanannya mencari-cari, ia mempertemukan kita di satu titik. Titik dimana kita bertiga berhasil menemukan yang kita cari selama ini. Aku, kamu, dan kasih, akhirnya menemukan sayang yang bersembunyi di balik hati kecil kita masing-masing.
Dalam diam, aku memperhatikanmu dari sudut mataku.
Sangat lucu ketika aku mengingat rasa ini telah mempermainkan kita bertahun-tahun. Kasih telah berhasil memaksa ku untuk selalu memperhatikanmu. Aku mengenalmu, aku tau sifat dan sikapmu. Itu bukti bahwa aku memperhatikanmu, bukan? Bahkan, aku mengenalmu lebih dari teman-temanmu. Padahal dulu aku bukanlah sesosok yang akan kamu pedulikan ataupun kamu cari. Entahlah. Aku tidak pernah meminta untuk semua itu. Bahkan, aku juga tidak mengerti mengapa aku harus melakukan dan merasakan itu.
Tanpa sadar, aku sudah menyimpan rasa ini untukmu.
Cemburu. Aku pernah merasakan itu padamu. Entah apa dan siapa yang telah mempermainkanku. Namun, tidak untuk akal sehatku. Sepenuhnya, aku menyadari bahwa aku bukan dia atau pun dirinya yang selalu kau sebut cantik dan menarik. Aku selalu tertawa dan mengejekmu bahkan sempat ingin mengenalkanmu lebih dekat kepada sosok yang kamu puja. Namun, tak bisa aku sangkal, aku cemburu. Tetapi aku tidak bodoh dengan bertindak mengikuti kata hati. Tetap saja aku bisa tertawa jika mendengarmu menyebut namanya. Ya, saat itu akal sehatku masih menang melawan hatiku. Ia tetap pada pendiriannya yang tidak akan peduli kepadamu. Tetapi tidak dengan hatiku.
Ekspresi menunjukkan apa yang dirasakan hati. Ia tidak akan pernah bisa membohongi. Namun, masih bisa dengan emosiku.
Pernahkah kau memperhatikanku menutup mata dan menarik nafas ketika kau membicarakan perempuan lain? Ya. Itu adalah caraku untuk kembali berjalan menggunakan akal pikiranku.
Dalam perjalanannya yang sangat jauh, cinta tetap saja akan merindukan rumahnya untuk kembali pulang.
Bertahun-tahun kita dipermainkan dengan status pertemanan. Ya, kita memang teman. Tak lebih dan tak kurang dari itu. Namun, ketahuilah bahwa aku sempat ingin memegang tanganmu dan menyandarkan kepalaku di pundakmu. Tidak. Aku tidak menyalahkan hatiku untuk itu. Aku menyalahkan posisiku yang harus terjebak suasana begitu romantis bersamamu. Padahal status kita berdua sudah tidak sendiri. Padahal, kita juga bersama teman-teman yang lain. Namun entah mengapa hanya aku dan kamu yang terjebak dalam acara ini. Acara yang berhasil membuat gejolak dalam hatiku.
Semakin ku ingkari, semakin ku mengerti hidup ini tak lengkap tanpamu
Aku mengaku bisa tapi hati tak bisa
Ku akui sesungguhnya, aku berpura-pura - (Tangga - Utuh)
Ya sayang, selama ini aku berpura-pura, namun aku berhasil memendamnya, bahkan jika engkau tidak cepat datang kepadaku mungkin aku sudah menguburnya. Tapi, cinta memang tidak pernah datang terlambat. Ia selalu datang tepat pada waktunya. Ia datang ketika hatiku membutuhkan tempat untuk kembali pulang. Ia datang dan membuatku kembali utuh.
Cinta itu ada di dalam dirimu. Dan aku akan selamanya menghiasinya dengan kasih, sayang, dan cintaku untukmu. Aku mencintaimu.
Wuoohh. . .
ReplyDelete